Pendidikan merupakan suatu sistem yang terbentuk dari
komponen-komponen yang saling
berinteraksi dan melaksanakan fungsinya tertentu dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Apabila salah satu komponen
pembentuk tidak berfungsi, maka proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan akan sulit
tercapai.
Salah satu
komponen dalam sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Begitu pula
halnya dalam pendidikan Islam yang merupakan suatu proses,
memerlukan suatu perencanaan yang matang dan dapat mengantarkan proses tersebut
pada tujuan yang diharapkan. Antara tujuan dan program pendidikan Islam itu
sendiri harus ada kesesuaian. Tujuan yang hendak dicapai harus tergambar dalam
program yang tertuang dalam kurikulum, bahkan program itulah yang mencerminkan
arah dan tujuan yang diinginkan dalam proses pendidikan Islam.
B.
Konsep Pengembangan
Kurikulum
1.
Pengertian Kurikulum
|
Secara
terminologi, para ahli pendidikan telah banyak mendefinisikan kurikulum, antara
lain:
a.
M. Arifin memandang kurikulum
sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kependidikan
dalam suatu sistem institusional pendidikan.[3]
Nampaknya pengertian ini terlihat sederhana dan lebih menitikberatkan pada materi/
bahan pelajaran semata.
b.
Zakiah Daradjat memandang
kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan
untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.[4]
Pengertian kurikulum ini nampaknya lebih luas dari yang awal, karena di sini
kurikulum tidak hanya dipandang dalam artian materi pelajaran, namun juga
mencakup seluruh program di dalam kegiatan pendidikan.
c.
Dr. Addamardasyi Sarhan dan Dr.
Munir Kamil dalam Al-Syaibani,[5]
bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah
raga, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya di dalam
dan di luar sekolah dengan maksud menolong untuk berkembang menyeluruh dalam
segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan
pendidikan.
Definisi tentang kurikulum yang dikemukakan para ahli tersebut menekankan
bahwa kurikulum merupakan sejumlah materi pelajaran atau isi pelajaran,
sejumlah pengalaman belajar, dan sejumlah program perencanaan pendidikan yang
harus dicapai oleh peserta didik dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan
tertentu.
Nampaknya konsep dasar kurikulum tidak terbatas pada program pendidikan tersebut, namun juga dapat diartikan menurut fungsinya sebagaimana terdapat
dalam pengertian-pengertian berikut ini:
a. Kurikulum sebagai program studi, pengertiannya adalah
seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh anak didik di sekolah
atau di instansi pendidikan lainnya.
b. Kurikulum sebagai konten, pengertiannya adalah
data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan
data atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya belajar.
c. Kurikulum sebagai kegiatan berencana, pengertiannya adalah
kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara
bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
d. Kurikulum sebagai hasil belajar, pengertiannya adalah
seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa
menspesifikasi cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil itu, atau
seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
e. Kurikulum sebagai reproduksi kultural, pengertiannya adalah transfer dan refleksi
butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan difahami anak-anak
generasi muda masyarakat tersebut.
f. Kurikulum sebagai pengalaman belajar, pengertiannya adalah
keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
g. Kurikulum sebagai produksi, pengertiannya adalah
seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan
terlebih dahulu. [6]
Sebagai bahan pembanding,
penulis mengemukakan definisi kurikulum dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003,
bahwa : Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[7]
Dalam Undang-undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003, nampak bahwa kurikulum
ini memuat rencana-rencana dan prosedur tentang tujuan, isi, materi, dan cara
dalam penyelenggaran kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, termuat
komponen-komponen kurikulum yaitu tujuan, isi, bahan pelajaran, metode, dan
evaluasi.
2.
Pengertian Pengembangan Kurikulum
Dalam Kamus Bahasa Indonesia
kata “pengembangan” mengandung arti hal mengembangkan; pembangunan
secara bertahap dan teratur, dan yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki.[8]
Pengembangan kurikulum
mengandung pengertian sebagai kegiatan menghasilkan kurikulum, proses yang
mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang
lebih baik, dan atau kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian, dan
penyempurnaan kurikulum.[9]
Dengan demikian, pengembangan
kurikulum dalam ilmu pendidikan Islam berarti suatu upaya atau proses untuk
mengembangkan atau menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
Terkait dengan kurikulum, maka kurikulum
sebagai suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen. Komponen-komponen
tersebut paling tidak mencakup tujuan, isi, dan organisasi atau strategi.[10] Adapun Hasan Langgulung
memandang bahwa kurikulum mempunyai empat komponen utama, yaitu:
a.
Tujuan-tujuan
yang ingin dicapai oleh pendidik itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang
bagaimana yang ingin kita bentuk dengan kurikulum tersebut.
b.
Pengetahuan (knowledge),
informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas dan pengalaman-pengalaman
dari mana terbentuk kurikulum itu. Bagian inilah yang disebut mata pelajaran.
c.
Metode dan
cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan memotivasi
murid untuk membawa mereka ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum.
d.
Metode dan
cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses
pendidikan yang direncanakan kurikulum tersebut.[11]
C.
Landasan dan Prinsip
Pengembangan Kurikulum
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup
sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan
hasil pendidikan. Implikasinya bahwa penyusunan kurikulum tidak dikerjakan apa
adanya, akan tetapi memerlukan landasan-landasan yang dijadikan dasar dalam
pengembangan kurikulum.
Landasan-landasan tersebut yaitu landasan filosofis, landasan psikologis,
landasan sosial budaya, dan landasan perkembangan ilmu dan teknologi.[12]
1.
Landasan Filosofis
Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, antara pendidik dan
terdidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam interaksi tersebut terlibat
isi yang diinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung.
Hal ini memerlukan pengkajian mendasar yang bersifat filosofis.
2.
Landasan Psikologis
Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar individu manusia yaitu
antara peserta didik dengan pendidik dan antara peserta didik dengan yang
lainnya. Manusia berbeda dengan makluk
lainnya karena kondisi psikologisnya. Manusia memiliki kondisi psikologis yang
lebih tinggi tarafnya dan kompleks dibandingkan dengan makhluk lainnya,
sehingga manusia menjadi lebih maju, lebih banyak memiliki kecakapan,
pengetahuan, dan keterampilan, dibandingkan dengan binatang.
Kondisi psikologis merupakan karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai
individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk prilaku dalam interaksi dengan
lingkungannya. Perilaku-perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri
kehidupannya, baik yang tampak maupaun yang tidak Nampak, perilaku kognitif,
afektif, dan psikomotor.[13]
3.
Landasan Sosial Budaya
Konsep pendidikan bersifat universal, akan tetapi pelaksananaan
pendidikan disesuaikan dengan situasi
dan kondisi masyarakat setempat. Maka setiap lingkungan memiliki sistem sosial
budaya yang berbeda. Sistem sosial budaya mengatur pola kehidupan dan pola
hubungan antar anggota masyarakat, antar anggota dan lembaga, dan antar lembaga
dengan lembaga.
Salah satu aspek yang penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan
nilai-nilai yang merupakan seperangkat ketentuan, peraturan, hukum, moral yang
mengatur cara berkehidupan dan berprilaku pada warga masyarakat. Oleh karena
itu ada sifat penting dalam pendidikan antara lain: pertama, pendidikan
mengandung nilai dan memberikan pertimbangan nilai; kedua, pendidikan
diarahkan pada kehidupan dalam masyarakat, pendidikan bukan hanya untuk
pendidikan, tetapi menyiapkan anak untuk kehidupan dalam masyarakat; dan ketiga, pelaksanaan pendidikan
dipengaruhi dan didukung oleh lingkungan masyarakat tempat pendidikan
berlangsung.[14]
4.
Landasan Perkembangan Ilmu dan
Teknologi
Perkembangan
ilmu dan teknologi tiap waktu megalami perubahan dan perkembangan. Pengembangan
suatu ilmu pengetahuan tidak hanya ditujukan untuk perkembangan ilmu
pengetahuan itu sendiri, melainkan juga diharapkan dapat memberikan sumbangan
kepada bidang-bidang kehidupan atau ilmu yang lainnya.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh cukup besar terhadap pendidikan.
Pendidikan sangat erat hubungan dengan kehidupan sosial, sebab pendidikan
merupakan salah satu aspek sosial. Pendidikan berupaya meningkatkan pengetahuan
dan kecakapan, memperoleh keterampilan dan membentuk sikap-sikap tertentu.
Adapun
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum antara lain dikemukakan oleh
Al-Syaibany, sebagai berikut:
1. Berorientasi pada Islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Maka setiap yang berkaitan dengan kurikulum,
termasuk falsafah, tujuan-tujuan, kandungan-kandungan, metode mengajar,
cara-cara perlakuan, dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga-lembaga
pendidikan harus berdasarkan pada agama dan akhlak Islam.
2. Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan
dan kandungan-kandungan kurikulum.
3. Prinsip keseimbangan yang relatif antara
tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
4. Prinsip interaksi antara kebutuhan siswa dan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat.
5. Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan
individual di antara peserta didik, baik perbedaan dari segi bakat, minat,
kemampuan, kebutuhan dan sebagainya.
6. Prinsip perkembangan dan perubahan sesuai dengan
tuntutan yang ada dengan tidak mengabaikan nilai-nilai absolut.
7. Prinsip pertautan (integritas) antara mata
pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktivi yang terkandung di dalam
kurikulum, begitu pula dengan pertautan antara kandungan kurikulum dengan
kebutuhan murid juga kebutuhan masyarakat.[15]
Adapun
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum menurut Zakiah Daradjat,[16] sebagai berikut:
1. Prinsip relevansi; dalam arti kesesuaian
peendidikan dalam lingkungan hidup murid, relevansi dengan kehidupan masa
sekarang dan akan datang, dan relevansi dengan tuntutan pekerjaan.
2. Prinsip efektivitas; baik efektifitas mengajar guru, ataupun
efektifitas belajar murid.
3. Prinsip efisiensi; baik dalam segi waktu, tenaga,
dan biaya.
4. Prinsip fleksibilitas, artinya ada semacam ruang
gerak yang memberikan sedikit kebebasan dalam bertindak, baik yang berorientasi
pada flesksibilitas pemilihan program pendidikan maupun dalam mengembangkan
program pengajaran.
Selanjutnya Sukmadinata menambahkan
prinsip-prinsip kurikulum selain dikemukakan oleh Zakiah Daradjat yaitu prinsip
kontinuitas (kesinambungan) dan praktis (mudah dilaksanakan, menggunakan
alat-alat sederhana, dan biayanya murah), prinsip ini yang selanjutnya disebut
efisiensi.[17]
Jikalau kurikulum pendidikan Islam
diformulasikan sedemikian rupa dengan mengacu kepada dasar-dasar dan
prinsip-prinsip yang telah penulis paparkan di atas, maka harapan untuk
berhasil tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan cukup besar.
D.
Pendekatan-Pendekatan dalam
Pengembangan Kurikulum
Sejalan
dengan pegembangan kurikulum, maka proses pengembangan kurikulum dimulai dengan
perencanaan kurikulum. Dalam menyusun perencanaan ini didahului oleh ide-ide
yang akan dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide-ide kurikulum berasal:
1.
Visi yang dicanangkan
2.
Kebutuhan stakeholders
(siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan untuk studi lanjut.
3.
Hasil evaluasi kurikulum
sebelumnya dan tuntutan perkembangan ipteks dan zaman.
4.
Pandangan-pandangan para pakar
dengan berbagai latar belakangnya
5.
Kecenderungan era globalisasi,
yang menuntut seseorang untuk memiliki etos belajar sepanjang hayat, melek
sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi.[18]
Ide-ide
tersebut kemudian dikembangkan dalam program atau kurikulum sebagaii dokumen,
yang antara lain berisi informasi dan jenis dokumen yang akan dihasilkan,bentuk/format
silabus, dan komponen-komponen kurikulum yang harus dikembangkan. Dokumen
tersebut kemudian dikembangkan dan
disosialisasikan dalam proses pelaksanaannya, yang dapat berupa pengembangan
kurikulum dalam bentuk satuan acara pembelajaran atau SAP, proses pembelajaran
di kelas, atau di luar kelas, serta evaluasi pembelajaran sehingga diketahui
tingkat efisiensi dan efektivitasnya. Evaluasi akan memperoleh umpan balik
untuk digunakan dalam penyempurnaan kurikulum berikutnya. Dengan demikian,
proses pengembangan kurikulum menuntut adanya evaluasi secara berkelanjutan
mulai dari perencanaan, implementasi hingga evaluasi.[19]
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
Bagan
Proses Pengembangan kurikulum[20]
|
Dengan
demikian proses pengembangan kurikulum perlu memperhatikan
pendekatan-pendekatan yang digunakan agar berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
1.
Pendekatan subjek akademis
Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan
klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Semua
ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu.
Fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu.
Kurikulum ini mengutamakan isi pendidikan dan belajar adalah berusaha menguasai
ilmu sebanyak-banyaknya. Maka, orang yang berhasil belajarnya adalah orang yang
menguasai seluruh atau sebagaian besar besar isi pendidikan yang diberikan atau
disiapkan oleh guru.[21]
Penyusunan kurikulum atau program pendidikan
didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Pengembangan
kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata
pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik yang diperlukan
untuk pengembangan disiplin ilmu.[22]
2.
Pendekatan humanistis
Kurikulum ini berdasarkan pada konsep aliran pendidikan
pribadi (personalized education) yaitu John Dewey (Progressive
Education) dan J.J. Rousseau (Romantic Education). Aliran ini lebih
memberikan tempat utama kepada siswa. Anak adalah yang utama dan yang pertama
dalam pendidikan. Ia adalah subjek yang menjadi pusat pendidikan. Siswa
mempunyai potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang serta anak
merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina
manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap,
perasaan, nilai, dan lain-lain).[23]
Humanistis menekankan fungsi perkembangan peserta didik
melalui pemokusan pada hal-hal subjektif, perasaan, pandangan, penjadian (becoming),
penghargaan dan pertumbuhan. Kurikulum humanistis berusaha mendorong
penangkapan sumber daya dan potensi pribadi
untuk memahami sesuatu dengan
pemahaman mandiri, konsep sendiri, serta tanggung jawab pribadi.[24]
Pendekatan humanistis bertolak pada ide memanusiakan
manusia. Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi
lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi,
dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan.[25]
3.
Pendekatan teknologis
Pendekatan teknologis bertolak dari analisis
kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang
diajarkan, criteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai
dengan analisis tugas tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi salah satunya
merupakn kurikulum yang dikembangkan berdasarkan pendekatan teknologis.[26]
4.
Pendekatan rekonstruksi sosial
Pendekatan
ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam
masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional.
Menurut aliran ini pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama,
interaksi dan kerja sama. Kerja sama atau interaksi bbukan hanya terjadi antara
siswa dengan guru tetapi juga antara siswa dengan siswa, siswa dengan orang
lain dilingkungannya, dan dengan sumber belajar lainnya. Melalui interaksi dan
kerja sama ini siswa berusaha memecahkan problem-problem yang dihadapi dalam
masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik. Tokoh aliran ini
adalah Theodore Brameld. Teori ini menentang intimidasi, menakut-nakuti dan
kompromi semu. Aliran ini mendorong agar para siswa mempunyai pengetahuan yang
cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak dan memecahkan masalah
melalui kerja sama atau gotong royong.[27]
Rancangan
kurikulum tersebut berupaya bahwa pendidik mempengaruhi perubahan sosial dengan
menyelesaikan berbagai permasalahan sosial.[28]
Tugas
pendidikan adalah membantu agar peserta didik menjadi cakap dan selanjutnya
mampu ikut bertanggung jawab terhadap pengembangan masyarakat.[29]
Berdasarkan
uraian tersebut nampak bahwa dalam pengembangan kurikulum pendidikan Islam dapat
menggunakan pendekatan-pendekatan tersebut yag disesuaikan dengan orientasi dan
arus globalisasi yang menyertainya, Paling tidak memperhatikan substansi yang
akan dimasukkan dalam kurikulum meliputi:
1.
The ability and need children
(kemampuan yang diperoleh dari belajar dan kebbutuhan anak didik). Hal ini
dapat diketahui dari psikologis.
2.
The legitimate demands of
society (tuntutan yang sah dari masyarakat. Hal ini dapat diketahui dari
sosiologi.
3.
The kind of universe in which
we live (keadaan alam semesta di mana kita hidup). Hal ini dapat diketahui
dari filsafat.[30]
E.
Materi dan sumber dalam kurikulum pendidikan islam
Dalam kajian ini,
penulis akan mengaksentuasikan pembahasan pada materi
kurikulum pendidikan Islam, yang berupa ilmu pengetahuan dan
pengalaman-pengalaman yang akan ditransfer dan ditranformasikan pada peserta didik.
Ilmu pengetahuan atau mata pelajaran
dalam kurikulum pendidikan Islam menempati tempat yang penting untuk memberikan
jawaban terhadap apa yang dikerjakan untuk menciptakan manusia yang
dicita-citakan oleh si pembuat kurikulum.[31] Namun permasalahannya
tidak sampai disitu, sebab akan timbul pertanyaan; pengetahuan manakah yang
akan diberikan pada peserta didik? Dari mana sumber pengetahuan itu? Dan
sederet pertanyaan-pertanyaan lain yang memerlukan pembahasan yang cukup untuk
menjawabnya. Berkaitan dengan hal itu, penulis memandang perlu untuk mengkaji
wacana ilmu (pengetahuan) yang akan menjadi materi kurikulum pendidikan Islam.
Allah SWT telah menempatkan manusia dalam
kedudukan yang utama karena ilmu. Karena karunia ilmu itulah manusia berhak
menjadi khalifah Allah SWT di muka bumi ini.[32] Dengan kata lain Allah
telah memberi kekuasaan (faculty) kepada manusia untuk mengetahui segala
sesuatu, dan itulah rupanya yang merupakan unsur pokok persyaratannya menjadi
khalifah di muka bumi ini.[33]
Kata “ilmu” dalam QS al-Baqarah ayat 31
adalah dalam pengertian ilmu sebagai proses,[34] yaitu bagaimana memperoleh
(acquisition) pengetahuan. Perbincangan tentang ilmu sebagai proses ini
membuka perbincangan sumber-sumber ilmu dalam kacamata falsafah Islam. Adakah
ilmu itu mungkin? Mengingat kelemahan-kelemahan manusia sebagai makhluk hidup. Jawaban atas persoalan ini dapat dikaji dalam epistemologi Islami.
Epistemologi di dalam Islam tidak
berpusat kepada manusia (antropocentric) yang menganggap manusia sendiri
sebagai makhluk mandiri (autonomous) dan menentukan segala-galanya, melainkan
berpusat kepada Allah (theocentric).[35] Dengan demikian titik
tolak epistemologi Islam adalah disatu pihak epistemologi Islam berpusat kepada
Allah, dalam arti Allah sebagai sumber ilmu pengetahuan dan sumber segala
kebenaran. Di lain pihak pengetahuan Islam berpusat pada manusia, dalam arti manusia
sebagai pelaku pencari pengetahuan
(kebenaran).
Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang
mengisyaratkan tentang berbagai macam sumber pengetahuan. Di antara ayat-ayat
itu ada yang menerangkan bahwa ada dunia nyata banyak terdapat tanda-tanda
kebesaran Allah yang mesti diperhatikan. Hal ini sebagaimana terungkap dalam
Firman Allah SWT:
Îûur ÇÚöF{$# ×M»t#uä tûüÏZÏ%qçHø>Ïj9 ÇËÉÈ þÎûur ö/ä3Å¡àÿRr& 4 xsùr& tbrçÅÇö7è? ÇËÊÈ
Artinya: 20. Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. 21. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah
kamu tidak memperhatikan? (Q.S. Adz-Dzaariyaat: 20-21).
Selain itu, ada pula ayat yang
memerintahkan manusia untuk mengkaji dunia fisika untuk mendekatkan diri
kepada-Nya (Q.S. Yunus:101), (Q.S.13:2), (Q.S. 14:53), dan ayat-ayat lain yang
senada dengan ayat-ayat tersebut. Kemudian apabila kita lihat, banyak pula
ayat-ayat Al-Qur’an yang memberi isyarat tentang indra sebagai alat untuk
mengkaji alam ini. Di antaranya pada surat An-Nahl ayat 70, Al-Ankabut ayat 20, dan
sebagainya. Begitu pula dalam ayat-ayat lain juga ditemukan isyarat untuk
menggunakan akal sebagai alat untuk mendapatkan ilmu (QS. 3:190-191), namun di lain
pihak Al-Qur’an pun mencela orang-orang yang menyangka bahwa satu-satunya
sumber pengetahuan tentang alam fisika adalah indra (QS. An-Nisa: 153).
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, bahwa manusia dan alam merupakan sumber pengetahuan. Di samping Tuhan
sendiri merupakan sumber pengetahuan melalui wahyu dan ilham-Nya. Ayat-ayat di atas juga mengisyaratkan bahwa
penggunaan akal dan indra sebagai alat mencari pengetahuan mendapat tempat
dalam Al-Qur’an.
F.
Simpulan
Pengembangan
kurikulum merupakan kegiatan menghasilkan kurikulum, proses yang mengaitkan
satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik,
dan atau kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian, dan
penyempurnaan kurikulum.
Proses
pengembangan kurikulum perlu memperhatikan landasan-landasan atau dasar-dasar
pengembangan kurikulum yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan
sosial budaya, dan landasan perkembangan
ilmu dan teknologi, dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
yaitu, relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis/efisiensi, dan
efektivitas.
Pengembangan
kurikulum dapat dilakukan melalui pendekatan subjek akademis, humanistis,
teknologis, dan rekonstruksi sosial. Pendekatan ini dapat digunakan sesuai
dengan kebutuhan masayarakat dan tuntutan perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Amien, Miska Muhammad. 1983.
Epistemologi Islam, Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam. Jakarta: UI
Press.
Anonimous. 2003. Undang-
undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Jakarta: Sinar
Grafika.
Arifin, H.M. 2000. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
Bumi Aksara.
_________. 2008. Ilmu
Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Paraktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner.Jakarta: Bumi Aksara.
Daradjat, Zakiah. et
al. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Langgulung, Hasan. 1988. Asas-asas
Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Muhaimin dan Abdul Mujib.
1993. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar
Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya.
Muhaimin. 2005. Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Ramayulis. 2011. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam
Mulia.
Sudjana, Nana. 2008. Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sugono, Dedi. et. al. 2008. Kamus Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Sukmadinata, Nana Syaodih.
2002. Pengembangan Kurikulum, Teori
dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Al-Syaibany, Omar Muhammad
Al-Toumy. 1979. Falsafatut Tarbiyyah
al-Islamiyah, terj. Hasan Langgulung, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
Bulan Bintang.
Yulaelawati, Ella.
2007. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori, dan Aplikasi. Jakarta:
Pakar Raya.
[1] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2008), cet.ke-6, hlm. 4.
[2] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada. 2005), hlm. 1.
[3] H.M. Arifin, Ilmu
Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan
Paraktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara.
2008), cet.ke-3, hlm. 135.
[4] Zakiah Daradjat, et
al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara. 2009), cet.
ke-9, hlm. 122.
[5] Omar Muhammad Al-Toumy
Al-Syaibany, Falsafatut Tarbiyyah al-Islamiyah, terj. Hasan Langgulung, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang. 1979), hlm. 485.
[6] Muhaimin dan Abdul
Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan Kerangka
Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya. 1993), hlm. 185.
[7] Anonimous, Undang- undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, (Jakarta: Sinar Grafika.
2003), hlm.4.
[8] Dedi Sugono et. al., Kamus Bahasa
Indonesia. (Jakarta: Pusat Bahasa. 2008),
hlm. 725.
[9] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, hlm.
10.
[10] Daradjat, et al.,
Ilmu Pendidikan, hlm. 122.
[11] Hasan Langgulung, Asas-asas
Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka Al-Husna. 1988), hlm. 303. Lihat
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. ( Jakarta : Kalam Mulia. 2011).
Cet.ke-9, hlm. 153.
[12] Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,
Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002), cet. ke-5, hlm. 38.
[13] Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum, hlm. 45.
[14] Ibid.,hlm.58-59.
[15] Al-Syaibany, Falsafatut
Tarbiyyah, hlm. 520-522.
[16] Daradjat, et al.,
Ilmu Pendidikan, hlm. 125-127.
[17] Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum, hlm. 151.
[18] Muhaimin, Perkembangan
Kurikuluum, hlm. 13.
[19] Ibid.
[20] Ibid. hlm. 12
[21] Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum, hlm. 81.
[22] Muhaimin, Perkembangan
Kurikuluum, hlm. 140.
[23] Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum, hlm. 87.
[24] Ella Yulaelawati,
Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori, dan Aplikasi,(Jakarta: Pakar
Raya. 2007), Cet.ke-2, hlm.48.
[25] Muhaimin, Perkembangan
Kurikuluum, hlm. 142.
[26] Ibid.,hlm. 164.
[27] Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum, hlm. 92.
[28] Yulaelawati,
Kurikulum dan Pembelajaran, hlm. 48.
[29] Muhaimin, Perkembangan
Kurikuluum, hlm. 173.
[30] Herman H. Horne dalam
H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara. 2000),
cet.ke-6, hlm. 86.
[31] Langgulung, Asas-asas
Pendidikan, hlm. 309.
[32] Ibid, hal. 344
[33] QS. Al Baqarah ayat
31-32.
[34] Langgulung, Asas-asas
Pendidikan, hlm. 344.
[35] Miska Muhammad Amien, Epistemologi
Islam, Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam, (Jakarta: UI Press. 1983),
hlm. 11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar