Selasa, 01 Mei 2012

TEORI-TEORI PENGEMBANGAN KURIKULUM DALAM ILMU PENDIDIKAN ISLAM


 
A.    Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu sistem yang terbentuk dari komponen-komponen yang saling berinteraksi dan melaksanakan fungsinya tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Apabila salah satu komponen pembentuk tidak berfungsi, maka proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan akan sulit tercapai.
Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
Begitu pula halnya dalam  pendidikan Islam yang merupakan suatu proses, memerlukan suatu perencanaan yang matang dan dapat mengantarkan proses tersebut pada tujuan yang diharapkan. Antara tujuan dan program pendidikan Islam itu sendiri harus ada kesesuaian. Tujuan yang hendak dicapai harus tergambar dalam program yang tertuang dalam kurikulum, bahkan program itulah yang mencerminkan arah dan tujuan yang diinginkan dalam proses pendidikan Islam.

B.     Konsep Pengembangan Kurikulum
1.        Pengertian Kurikulum
1
 
Kata “kurikulum” berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu curriculum dalam bahasa Yunani berasal dari kata curir, artinya pelari dan curere, artinya tempat berpacu.  Curriculum  yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Jadi, kurikulum dalam pendidikan diartikan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh/diselesaikan anak didik untuk memperoleh ijazah.[1]  Dalam bahasa Arab istilah “ kurikulum” diartikan dengan manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya.[2]
Secara terminologi, para ahli pendidikan telah banyak mendefinisikan kurikulum, antara lain:
a.       M. Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan.[3] Nampaknya pengertian ini terlihat sederhana dan lebih menitikberatkan pada materi/ bahan pelajaran semata.
b.      Zakiah Daradjat memandang kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.[4] Pengertian kurikulum ini nampaknya lebih luas dari yang awal, karena di sini kurikulum tidak hanya dipandang dalam artian materi pelajaran, namun juga mencakup seluruh program di dalam kegiatan pendidikan.
c.       Dr. Addamardasyi Sarhan dan Dr. Munir Kamil dalam Al-Syaibani,[5] bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah raga, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolong untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.
Definisi tentang kurikulum yang dikemukakan para ahli tersebut menekankan bahwa kurikulum merupakan sejumlah materi pelajaran atau isi pelajaran, sejumlah pengalaman belajar, dan sejumlah program perencanaan pendidikan yang harus dicapai oleh peserta didik dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
Nampaknya konsep dasar kurikulum tidak terbatas pada program pendidikan tersebut, namun juga dapat diartikan menurut fungsinya sebagaimana terdapat dalam pengertian-pengertian berikut ini:
a.       Kurikulum sebagai program studi, pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh anak didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya.
b.      Kurikulum sebagai konten, pengertiannya adalah data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya belajar.
c.       Kurikulum sebagai kegiatan berencana, pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
d.      Kurikulum sebagai hasil belajar, pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasi cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
e.       Kurikulum sebagai reproduksi kultural, pengertiannya adalah transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan difahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
f.       Kurikulum sebagai pengalaman belajar, pengertiannya adalah keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
g.      Kurikulum sebagai produksi, pengertiannya adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu. [6]
Sebagai bahan pembanding, penulis mengemukakan definisi kurikulum dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, bahwa : Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran  untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[7]
Dalam Undang-undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003, nampak bahwa kurikulum ini memuat rencana-rencana dan prosedur tentang tujuan, isi, materi, dan cara dalam penyelenggaran kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, termuat komponen-komponen kurikulum yaitu tujuan, isi, bahan pelajaran, metode, dan evaluasi.
2.        Pengertian Pengembangan Kurikulum
Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “pengembangan” mengandung arti hal mengembangkan; pembangunan secara bertahap dan teratur, dan yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki.[8]
Pengembangan kurikulum mengandung pengertian sebagai kegiatan menghasilkan kurikulum, proses yang mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik, dan atau kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan kurikulum.[9]
Dengan demikian, pengembangan kurikulum dalam ilmu pendidikan Islam berarti suatu upaya atau proses untuk mengembangkan atau menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
Terkait dengan kurikulum, maka kurikulum sebagai suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen. Komponen-komponen tersebut paling tidak mencakup tujuan, isi, dan organisasi atau strategi.[10] Adapun Hasan Langgulung memandang bahwa kurikulum mempunyai empat komponen utama, yaitu:
a.       Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidik itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk dengan kurikulum tersebut.
b.      Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu. Bagian inilah yang disebut mata pelajaran.
c.       Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan memotivasi murid untuk membawa mereka ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum.
d.      Metode dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan kurikulum tersebut.[11]

C.    Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Implikasinya bahwa penyusunan kurikulum tidak dikerjakan apa adanya, akan tetapi memerlukan landasan-landasan yang dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum.
Landasan-landasan tersebut yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial budaya, dan landasan perkembangan ilmu dan teknologi.[12]
1.        Landasan Filosofis
Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, antara pendidik dan terdidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Hal ini memerlukan pengkajian mendasar yang bersifat filosofis. 
2.        Landasan Psikologis
Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar individu manusia yaitu antara peserta didik dengan pendidik dan antara peserta didik dengan yang lainnya. Manusia  berbeda dengan makluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Manusia memiliki kondisi psikologis yang lebih tinggi tarafnya dan kompleks dibandingkan dengan makhluk lainnya, sehingga manusia menjadi lebih maju, lebih banyak memiliki kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan, dibandingkan dengan binatang.
Kondisi psikologis merupakan karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk prilaku dalam interaksi dengan lingkungannya. Perilaku-perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang tampak maupaun yang tidak Nampak, perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor.[13]
3.        Landasan Sosial Budaya
Konsep pendidikan bersifat universal, akan tetapi pelaksananaan pendidikan disesuaikan  dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat. Maka setiap lingkungan memiliki sistem sosial budaya yang berbeda. Sistem sosial budaya mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat, antar anggota dan lembaga, dan antar lembaga dengan lembaga.
Salah satu aspek yang penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang merupakan seperangkat ketentuan, peraturan, hukum, moral yang mengatur cara berkehidupan dan berprilaku pada warga masyarakat. Oleh karena itu ada sifat penting dalam pendidikan antara lain: pertama, pendidikan mengandung nilai dan memberikan pertimbangan nilai; kedua, pendidikan diarahkan pada kehidupan dalam masyarakat, pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi menyiapkan anak untuk kehidupan dalam masyarakat; dan  ketiga, pelaksanaan pendidikan dipengaruhi dan didukung oleh lingkungan masyarakat tempat pendidikan berlangsung.[14]
4.        Landasan Perkembangan Ilmu dan Teknologi
Perkembangan ilmu dan teknologi tiap waktu megalami perubahan dan perkembangan. Pengembangan suatu ilmu pengetahuan tidak hanya ditujukan untuk perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan juga diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada bidang-bidang kehidupan atau ilmu yang lainnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh cukup besar terhadap pendidikan. Pendidikan sangat erat hubungan dengan kehidupan sosial, sebab pendidikan merupakan salah satu aspek sosial. Pendidikan berupaya meningkatkan pengetahuan dan kecakapan, memperoleh keterampilan dan membentuk sikap-sikap tertentu.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan kurikulum antara lain dikemukakan oleh Al-Syaibany, sebagai berikut:
1.      Berorientasi pada Islam, termasuk  ajaran dan nilai-nilainya. Maka setiap yang berkaitan dengan kurikulum, termasuk falsafah, tujuan-tujuan, kandungan-kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan, dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga-lembaga pendidikan harus berdasarkan pada agama dan akhlak Islam.
2.      Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
3.      Prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
4.      Prinsip interaksi antara kebutuhan siswa dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
5.      Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual di antara peserta didik, baik perbedaan dari segi bakat, minat, kemampuan, kebutuhan dan sebagainya.
6.      Prinsip perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan yang ada dengan tidak mengabaikan nilai-nilai absolut.
7.      Prinsip pertautan (integritas) antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktivi yang terkandung di dalam kurikulum, begitu pula dengan pertautan antara kandungan kurikulum dengan kebutuhan murid juga kebutuhan masyarakat.[15]

Adapun prinsip-prinsip pengembangan kurikulum menurut  Zakiah Daradjat,[16] sebagai berikut:
1.      Prinsip relevansi; dalam arti kesesuaian peendidikan dalam lingkungan hidup murid, relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan akan datang, dan relevansi dengan tuntutan pekerjaan.
2.      Prinsip efektivitas; baik efektifitas mengajar guru, ataupun efektifitas belajar murid.
3.      Prinsip efisiensi; baik dalam segi waktu, tenaga, dan biaya.
4.      Prinsip fleksibilitas, artinya ada semacam ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan dalam bertindak, baik yang berorientasi pada flesksibilitas pemilihan program pendidikan maupun dalam mengembangkan program pengajaran.
Selanjutnya Sukmadinata menambahkan prinsip-prinsip kurikulum selain dikemukakan oleh Zakiah Daradjat yaitu prinsip kontinuitas (kesinambungan) dan praktis (mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana, dan biayanya murah), prinsip ini yang selanjutnya disebut efisiensi.[17]
Jikalau kurikulum pendidikan Islam diformulasikan sedemikian rupa dengan mengacu kepada dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang telah penulis paparkan di atas, maka harapan untuk berhasil tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan cukup besar.

D.    Pendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum
Sejalan dengan pegembangan kurikulum, maka proses pengembangan kurikulum dimulai dengan perencanaan kurikulum. Dalam menyusun perencanaan ini didahului oleh ide-ide yang akan dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide-ide kurikulum berasal:
1.        Visi yang dicanangkan
2.        Kebutuhan stakeholders (siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan untuk studi lanjut.
3.        Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan ipteks dan zaman.
4.        Pandangan-pandangan para pakar dengan berbagai latar belakangnya
5.        Kecenderungan era globalisasi, yang menuntut seseorang untuk memiliki etos belajar sepanjang hayat, melek sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi.[18]
Ide-ide tersebut kemudian dikembangkan dalam program atau kurikulum sebagaii dokumen, yang antara lain berisi informasi dan jenis dokumen yang akan dihasilkan,bentuk/format silabus, dan komponen-komponen kurikulum yang harus dikembangkan. Dokumen tersebut kemudian dikembangkan  dan disosialisasikan dalam proses pelaksanaannya, yang dapat berupa pengembangan kurikulum dalam bentuk satuan acara pembelajaran atau SAP, proses pembelajaran di kelas, atau di luar kelas, serta evaluasi pembelajaran sehingga diketahui tingkat efisiensi dan efektivitasnya. Evaluasi akan memperoleh umpan balik untuk digunakan dalam penyempurnaan kurikulum berikutnya. Dengan demikian, proses pengembangan kurikulum menuntut adanya evaluasi secara berkelanjutan mulai dari perencanaan, implementasi hingga evaluasi.[19] Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
Bagan Proses Pengembangan kurikulum[20]


 











            Dengan demikian proses pengembangan kurikulum perlu memperhatikan pendekatan-pendekatan yang digunakan agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
1.        Pendekatan subjek akademis
Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu. Kurikulum ini mengutamakan isi pendidikan dan belajar adalah berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Maka, orang yang berhasil belajarnya adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagaian besar besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru.[21]
Penyusunan kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik yang diperlukan untuk pengembangan disiplin ilmu.[22]
2.        Pendekatan humanistis
Kurikulum ini berdasarkan pada konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education) yaitu John Dewey (Progressive Education) dan J.J. Rousseau (Romantic Education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Anak adalah yang utama dan yang pertama dalam pendidikan. Ia adalah subjek yang menjadi pusat pendidikan. Siswa mempunyai potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang serta anak merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual tetapi juga  segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain).[23]
Humanistis menekankan fungsi perkembangan peserta didik melalui pemokusan pada hal-hal subjektif, perasaan, pandangan, penjadian (becoming), penghargaan dan pertumbuhan. Kurikulum humanistis berusaha mendorong penangkapan sumber daya dan potensi pribadi  untuk memahami  sesuatu dengan pemahaman mandiri, konsep sendiri, serta tanggung jawab pribadi.[24]
Pendekatan humanistis bertolak pada ide memanusiakan manusia. Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan.[25]
3.        Pendekatan teknologis
Pendekatan teknologis bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, criteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi salah satunya merupakn kurikulum yang dikembangkan berdasarkan pendekatan teknologis.[26]
4.        Pendekatan rekonstruksi sosial
Pendekatan ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut aliran ini pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi dan kerja sama. Kerja sama  atau interaksi bbukan hanya terjadi antara siswa dengan guru tetapi juga antara siswa dengan siswa, siswa dengan orang lain dilingkungannya, dan dengan sumber belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berusaha memecahkan problem-problem yang dihadapi dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik. Tokoh aliran ini adalah Theodore Brameld. Teori ini menentang intimidasi, menakut-nakuti dan kompromi semu. Aliran ini mendorong agar para siswa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak dan memecahkan masalah melalui kerja sama atau gotong royong.[27]
Rancangan kurikulum tersebut berupaya bahwa pendidik mempengaruhi perubahan sosial dengan menyelesaikan berbagai permasalahan sosial.[28]
Tugas pendidikan adalah membantu agar peserta didik menjadi cakap dan selanjutnya mampu ikut bertanggung jawab terhadap pengembangan masyarakat.[29]
Berdasarkan uraian tersebut nampak bahwa dalam pengembangan kurikulum pendidikan Islam dapat menggunakan pendekatan-pendekatan tersebut yag disesuaikan dengan orientasi dan arus globalisasi yang menyertainya, Paling tidak memperhatikan substansi yang akan dimasukkan dalam kurikulum meliputi:
1.        The ability and need children (kemampuan yang diperoleh dari belajar dan kebbutuhan anak didik). Hal ini dapat diketahui dari psikologis.
2.        The legitimate demands of society (tuntutan yang sah dari masyarakat. Hal ini dapat diketahui dari sosiologi.
3.        The kind of universe in which we live (keadaan alam semesta di mana kita hidup). Hal ini dapat diketahui dari filsafat.[30]
E.       Materi dan sumber dalam kurikulum pendidikan islam
Dalam kajian ini, penulis akan mengaksentuasikan pembahasan pada materi kurikulum pendidikan Islam, yang berupa ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalaman yang akan ditransfer dan ditranformasikan pada peserta didik.
Ilmu pengetahuan atau mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan Islam menempati tempat yang penting untuk memberikan jawaban terhadap apa yang dikerjakan untuk menciptakan manusia yang dicita-citakan oleh si pembuat kurikulum.[31] Namun permasalahannya tidak sampai disitu, sebab akan timbul pertanyaan; pengetahuan manakah yang akan diberikan pada peserta didik? Dari mana sumber pengetahuan itu? Dan sederet pertanyaan-pertanyaan lain yang memerlukan pembahasan yang cukup untuk menjawabnya. Berkaitan dengan hal itu, penulis memandang perlu untuk mengkaji wacana ilmu (pengetahuan) yang akan menjadi materi kurikulum pendidikan Islam.
Allah SWT telah menempatkan manusia dalam kedudukan yang utama karena ilmu. Karena karunia ilmu itulah manusia berhak menjadi khalifah Allah SWT di muka bumi ini.[32] Dengan kata lain Allah telah memberi kekuasaan (faculty) kepada manusia untuk mengetahui segala sesuatu, dan itulah rupanya yang merupakan unsur pokok persyaratannya menjadi khalifah di muka bumi ini.[33]
Kata “ilmu” dalam QS al-Baqarah ayat 31 adalah dalam pengertian ilmu sebagai proses,[34] yaitu bagaimana memperoleh (acquisition) pengetahuan. Perbincangan tentang ilmu sebagai proses ini membuka perbincangan sumber-sumber ilmu dalam kacamata falsafah Islam. Adakah ilmu itu mungkin? Mengingat kelemahan-kelemahan manusia sebagai makhluk hidup. Jawaban atas persoalan ini dapat dikaji dalam epistemologi Islami.
Epistemologi di dalam Islam tidak berpusat kepada manusia (antropocentric) yang menganggap manusia sendiri sebagai makhluk mandiri (autonomous) dan menentukan segala-galanya, melainkan berpusat kepada Allah (theocentric).[35] Dengan demikian titik tolak epistemologi Islam adalah disatu pihak epistemologi Islam berpusat kepada Allah, dalam arti Allah sebagai sumber ilmu pengetahuan dan sumber segala kebenaran. Di lain pihak pengetahuan Islam berpusat pada manusia, dalam arti manusia sebagai  pelaku pencari pengetahuan (kebenaran).
Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang mengisyaratkan tentang berbagai macam sumber pengetahuan. Di antara ayat-ayat itu ada yang menerangkan bahwa ada dunia nyata banyak terdapat tanda-tanda kebesaran Allah yang mesti diperhatikan. Hal ini sebagaimana terungkap dalam Firman Allah SWT:
Îûur ÇÚöF{$# ×M»tƒ#uä tûüÏZÏ%qçHø>Ïj9 ÇËÉÈ þÎûur ö/ä3Å¡àÿRr& 4 Ÿxsùr& tbrçŽÅÇö7è? ÇËÊÈ
Artinya: 20.  Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. 21.  Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (Q.S. Adz-Dzaariyaat: 20-21).

Selain itu, ada pula ayat yang memerintahkan manusia untuk mengkaji dunia fisika untuk mendekatkan diri kepada-Nya (Q.S. Yunus:101), (Q.S.13:2), (Q.S. 14:53), dan ayat-ayat lain yang senada dengan ayat-ayat tersebut. Kemudian apabila kita lihat, banyak pula ayat-ayat Al-Qur’an yang memberi isyarat tentang indra sebagai alat untuk mengkaji alam ini. Di antaranya pada surat An-Nahl ayat 70, Al-Ankabut ayat 20, dan sebagainya. Begitu pula dalam ayat-ayat lain juga ditemukan isyarat untuk menggunakan akal sebagai alat untuk mendapatkan ilmu (QS. 3:190-191), namun di lain pihak Al-Qur’an pun mencela orang-orang yang menyangka bahwa satu-satunya sumber pengetahuan tentang alam fisika adalah indra (QS. An-Nisa: 153). Berdasarkan ayat-ayat tersebut, bahwa manusia dan alam merupakan sumber pengetahuan. Di samping Tuhan sendiri merupakan sumber pengetahuan melalui wahyu dan ilham-Nya. Ayat-ayat di atas juga mengisyaratkan bahwa penggunaan akal dan indra sebagai alat mencari pengetahuan mendapat tempat dalam Al-Qur’an.

F.     Simpulan
Pengembangan kurikulum merupakan kegiatan menghasilkan kurikulum, proses yang mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik, dan atau kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan kurikulum.
Proses pengembangan kurikulum perlu memperhatikan landasan-landasan atau dasar-dasar pengembangan kurikulum yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial budaya,  dan landasan perkembangan ilmu dan teknologi, dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yaitu, relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis/efisiensi, dan efektivitas.
Pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui pendekatan subjek akademis, humanistis, teknologis, dan rekonstruksi sosial. Pendekatan ini dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan masayarakat dan tuntutan perkembangan zaman.


























DAFTAR PUSTAKA

Amien, Miska Muhammad. 1983. Epistemologi Islam, Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam. Jakarta: UI Press. 

Anonimous. 2003. Undang- undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Jakarta: Sinar Grafika.

Arifin, H.M. 2000.  Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

_________. 2008. Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Paraktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner.Jakarta: Bumi Aksara.

Daradjat, Zakiah. et al. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Langgulung, Hasan. 1988. Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.

Muhaimin dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya.

Muhaimin. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Ramayulis. 2011. Ilmu Pendidikan Islam.  Jakarta : Kalam Mulia.

Sudjana,  Nana. 2008. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sugono,  Dedi.  et. al. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2002. Pengembangan  Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Al-Syaibany, Omar Muhammad Al-Toumy.  1979. Falsafatut Tarbiyyah al-Islamiyah, terj. Hasan Langgulung, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Yulaelawati, Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori, dan Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya.





[1]  Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2008),  cet.ke-6, hlm. 4.
[2]  Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2005), hlm. 1.
[3] H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,  Tinjauan Teoritis dan Paraktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara. 2008), cet.ke-3, hlm. 135.
[4] Zakiah Daradjat, et al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara. 2009), cet. ke-9, hlm. 122.
[5] Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafatut Tarbiyyah al-Islamiyah, terj. Hasan Langgulung, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang. 1979),  hlm. 485.
[6] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya. 1993),  hlm. 185.
[7]  Anonimous, Undang- undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, (Jakarta: Sinar Grafika. 2003), hlm.4.
[8]  Dedi Sugono et. al., Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta: Pusat Bahasa. 2008),  hlm. 725.
[9]  Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, hlm. 10.
[10] Daradjat, et al., Ilmu Pendidikan, hlm. 122.
[11] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka Al-Husna. 1988), hlm. 303. Lihat Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. ( Jakarta : Kalam Mulia. 2011). Cet.ke-9, hlm. 153.
[12] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan  Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002), cet. ke-5, hlm. 38.
[13] Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, hlm. 45.
[14] Ibid.,hlm.58-59.
[15] Al-Syaibany, Falsafatut Tarbiyyah, hlm. 520-522.
[16] Daradjat, et al., Ilmu Pendidikan, hlm. 125-127.
[17] Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, hlm. 151.
[18] Muhaimin, Perkembangan Kurikuluum, hlm. 13.
[19] Ibid.
[20] Ibid. hlm. 12
[21] Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, hlm. 81.
[22] Muhaimin, Perkembangan Kurikuluum, hlm. 140.
[23] Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, hlm. 87.
[24] Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori, dan Aplikasi,(Jakarta: Pakar Raya. 2007), Cet.ke-2, hlm.48.
[25] Muhaimin, Perkembangan Kurikuluum, hlm. 142.
[26] Ibid.,hlm. 164.
[27] Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, hlm. 92.
[28] Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran, hlm. 48.
[29] Muhaimin, Perkembangan Kurikuluum, hlm. 173.
[30] Herman H. Horne dalam H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara. 2000), cet.ke-6, hlm. 86.
[31] Langgulung, Asas-asas Pendidikan,  hlm. 309.
[32] Ibid, hal. 344
[33] QS. Al Baqarah ayat 31-32.
[34] Langgulung, Asas-asas Pendidikan,  hlm. 344.
[35] Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam, Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam, (Jakarta: UI Press.  1983),  hlm. 11.