al-Qur'an merupakan pedoman hidup yang di dalamnya terdapat berbagai petunjuk untuk kehidupan manusia. Petunjuk yang ada di dalam al-Qur'an meliputi berbagai bidang kehidupan termasuk pendidikan. Banyak petunjuk dalam al-Qur'an tentang komponen-komponen tentang pendidikan yang salah satunya adalah metode pendidikan.
Pendidikan dilakukan melalui proses belajar mengajar untuk mentransformasikan nilai-nilai pendidikan tersebut diperlukan metodologi tepat guna sehingga tercapai tujuan pendidikan. Hal ini menggambarkan bahwa metode merupakan salah satu faktor dominan dalam mengadakan Proses Belajar Mengajar, dengan demikian makalah ini mempermasalahkan bagaimana penafsiran para mufasir terhadap Q.S. An-Nahl ayat 125? dan bagaimana metode pendidikan yang terkandung dalam Q.S An-Nahl ayat 125?
Dalam makalah ini penulis menggunakan metode analisis isi (content analysis) terhadap Q.S. An-Nahl ayat 125, dengan menggunakan metode komparatif dan metode deskriptif.
Metode mengajar yang ada pada ayat ini yaitu harus dengan Hikmah (bijaksana), al-mau'idhotil hasanah (pendidikan yang baik) serta jaadilhum billatii hiya ahsan (bantahan yang baik). Dalam penggunaannya bisa langsung menyentuh, bersifat halus dan meyakinkan, sehingga guru dan murid dapat melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar sesuai dengan yang diharapkan.
Kata kunci
Metode pendidikan, tafsir surat An-Nahl ayat 125
I. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia akan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya. Kemampuan yang dimiliki manusia mampu berinteraksi dengan lingkungannya baik lingkungan fisik, maupun lingkungan sosial, menempatkan peranan, posisi, tugas dan tanggung jawab sebagai makhluk sosial.
Pendidikan merupakan suatu wadah untuk menciptakan interaksi antara pendidikan dan anak didik yang didalamnya mengandung nilai, kedua-duanya mempunyai tugas, posisi dan tanggung jawab yang berbeda. Pendidikan bertanggung jawab untuk mengantarkan anak didik kearah kedewasaan susila yang cakap dengan memberikan sejumlah ilmu pengetahuan dan dengan bantuan dan bimbingan dari pendidik.
Dalam dunia proses belajar mengajar yang disingkat menjadi PBM, sebuah ungkapan popular kita kenal dengan "metode jauh lebih penting dari materi” demikian urgennya metode dalam proses pendidikan dan pendidikan.
Urgensi metode pendidikan berasal dari kenyataan yang menunjukan bahwa materi kurikulum pendidikan Islam tidak akan dapat diajarkan melainkan di berikan dengan cara khusus. Ketidaktepatan dalam penerapan metode ini, kiranya akan menghambat proses belajar mengajar dan akan berakibat membuang waktu dan tenaga, maka dari itu seorang pendidik dihimbau untuk selalu memberikan metode pendidikan yang disyariatkan oleh al-Qur'an. Salah satu metode pendidikan yang perlu dikembangkan termuat dalam surat An-Nahl ayat 125.
II. PEMBAHASAN
A. Deskripsi Surat An-Nahl Ayat 125
1. Teks dan Terjemah
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk[1].
2. Asbabun Nuzul
Para mufasir berbeda pendapat seputar sabab an-nuzul (latar belakang turunnya) ayat ini. Al-Wahidi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah SAW menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman Rasulullah[2]. Al-Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini turun di Makkah ketika adanya perintah kepada Rasulullah SAW, untuk melakukan gencatan senjata (muhadanah) dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir tidak menjelaskan adanya riwayat yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut[3].
Meskipun demikian, ayat ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa saja, Muslim ataupun kafir, dan tidak hanya berlaku khusus sesuai dengan sabab an- nuzul-nya (andaikata ada sabab an-nuzul-nya). Sebab, ungkapan yang ada memberikan pengertian umum[4]. Ini berdasarkan kaidah ushul:
3. أَنَّ الْعِبْرَةَ لِعُمُومِ اللَّفْظِ لَا بِخُصُوصِ السَّبَب
Artinya: “Yang menjadi patokan adalah keumuman ungkapan, bukan kekhususan sebab[5]”
Setelah kata ud‘u (serulah) tidak disebutkan siapa obyek (maf‘ûl bih)-nya. Ini adalah uslub (gaya pengungkapan) bahasa Arab yang memberikan pengertian umum (li at-ta’mîm)[6].
Dari segi siapa yang berdakwah, ayat ini juga berlaku umum. Meski ayat ini adalah perintah Allah kepada Rasulullah, perintah ini juga berlaku untuk umat Islam. Sebagaimana kaidah dalam ushul fikih :
4. خطاب الرسول خظاب لامته مالم يرد دليل التحصيص
Artinya: “Perintah Allah kepada Rasulullah, perintah ini juga berlaku untuk umat Islam, selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya[7].”
3. Mufrodat
ادع
|
: Serulah, wahai olehmu Muhammad[8],
|
الى سَبِيلِ رَبّكَ
|
: Agama[9]
|
بالحكمة
|
: Al-qur’an[10], Dengan wahyu Allah yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad)[11], hujjah yang qath‘i yang menghasilkan akidah yang meyakinkan[12], Kebijaksanaan[13]
|
الموعظة الحسنة
|
: Nasihat yang baik atau perkataan yang halus[14], Peringatan atau pelajaran yang indah[15], tanda-tanda yang bersifat zhanni (al-amârât azh-zhanniyah) dan dalil-dalil yang memuaskan[16], Pendidikan yang baik[17]
|
وجادلهم بالتى
|
: Debat yang terbaik[18],
|
B. Tafsir Surat an-Nahl ayat 125 menurut para Mufassir
1. Tafsir Musthafa al-Maraghi[19]
Hai Rasul, serulah orang-orang yang kau diutus kepada mereka dengan cara menyeru mereka kepada syari’at yang telah digariskan Allah bagi makhluk-Nya melalui wahyu yang diberikan kepadaMu, dan memberi mereka pelajaran dan peringatan yang diletakkan di dalam kitab-Nya sebagai hujah atas mereka, serta selalu diingatkan kepada mereka, seperti diulang-ulang dalam surat ini. Dan bantahlah mereka dengan bantahan yang lebih baik daripada bantahan lainnya seperti memberi maaf kepada mereka jika mereka mengotori kehormatanmu serta bersikaplah lemah lembut terhadap mereka dengan menyampaikan kata-kata yang baik, sebagaimana firman Allah di dalam ayat lain:
* wur (#þqä9Ï»pgéB @÷dr& É=»tGÅ6ø9$# wÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& wÎ) tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß óOßg÷YÏB ( (#þqä9qè%ur $¨ZtB#uä üÏ%©!$$Î/ tAÌRé& $uZøs9Î) tAÌRé&ur öNà6ös9Î) $oYßg»s9Î)ur öNä3ßg»s9Î)ur ÓÏnºur ß`øtwUur ¼çms9 tbqßJÎ=ó¡ãB ÇÍÏÈ
dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri".
2. Tafsir Ibnu Katsir[20]
Allah SWT berfirman, memerintahkan Rasul-Nya Muhammad saw untuk menyeru makhluk ke jalan Allah dengan cara hikmah (perkataan yang tegas dan benar). Ibnu Jarir berkata, “dan demikianlah apa yang diturunkan Allah kepada Muhammad dari kitab, sunnah dan pelajaran yang baik, yaitu tentang sesuatu yang di dalamnya terdapat larangan dan ketetapan bagi manusia. Mengingatkan mereka dengan itu semua (al-Kitab, sunnah dan mauizhoh) agar mereka takut akan siksa Allah SWT.
3. Tafsir HAMKA[21] (1992:321-322)
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan dan pendidikan yang baik, dan. bantahlah mereka dengan. cara yang lebih baik." (pangkal ayat 125). Ayat ini mengandung ajaran .kepada Rosul s.a.w. tentang cara melancarkan dakwah, atau seruan terhadap manusia agar mereka berjalan di atas jalan Allah.
a. Kata "Hikmah" itu kadang-kadang diartikan orang dengan Filsafat. Padahal dia adalah inti yang lebih halus dari filsafat. Filsafat hanya dapat dipahamkan oleh orang-orang yang telah terlatih fikirannya dan tinggi pendapat logikanya. Tetapi Hikmat dapat menarik orang yang belum maju kecerdasannya dan tidak dapat dibantah oleh orang yang lebih pintar. Kebijaksanaan itu bukan saja dengan ucapan mulut, melainkan termasuk juga dengan tindakan dan sikap hidup, kadang-kadang lebih berhikmat "diam" daripada "berkata".
- Yang kedua ialah Al-Mau'izhatul Hasanah, yang diartikan pendidikan yang baik, atau pesan-pesan yang baik, yang disampaikan sebagai nasehat.
- Yang ketiga ialah "Jadilhum billati hiya ahsan", bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Kalau telah terpaksa timbul perbantahan atau pertukaran pikiran, yang di zaman kita ini disebut polemik, ayat ini menyuruh agar dalam hal yang demikian, kalau sudah tidak dapat dielakan lagi pilihlah jalan yang sebaik-baiknya. Diantaranya ialah memperbedakan pokok soal yang tengah dibicarakan dengan perasaan benci atau sayang kepada pribadi orang yang tengah diajak berbantah.
4. Tafsir Munir[22]
Ajaklah kepada jalan Tuhanmu ya... Muhammad (kepada agama Allah) dengan Hikmah dengan ucapan kebijaksanaan. Ini adalah merupakan dalil yang bersih yang benar dari penyerupaan-penyerupaan yang keliru. Adapun yang disebut dengan nasehat yang baik adalah nasehat-nasehat dan pelajaran-pelajaran yang bermanfaat dan perkataan yang bercahaya.
Telah berkata Imam Baidhowi yang dimaksud dengan: “Hikmah adalah: seruan atau ajakan yang has kepada umat yang sedang belajar yang dituntut kepada kebenaran”. Al-Mau'idhoh adalah: pendidikan atau seruan kepada kaum awam. Jadilhum Billati Hiya Ahsan adalah: maka debatlah mereka dengan yang lebih baik (sebaik-baik debat), yaitu perdebatan sambil menyeru mereka dengan jalan yang lebih baik. Berbagai jalan perdebatan itu antara lain: Debat dengan cara halus, debat dengan penuh kasih sayang, dan perdebatan yang meninggalkan artinya semudah-mudahnya cara untuk membangun dalil-dalil yang harus dipersembahkan dan dikedepankan.
5. Tafsir DEPAG R.I[23]
Dalam ayat ini Allah SWT memberikan pedoman-pedoman kepada Rasul-Nya tentang cara mengajak manusia (dakwah) ke jalan Allah. Yang dimaksud jalan Allah disini ialah agama Allah yang syari'at Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Allah SWT dalam ayat ini meletakan dasar-dasar Dakwah untuk pegangan bagi umatnya dikemudian hari mengemban tugas dakwah.
Pertama, Allah SWT menjelaskan kepada RasulNya bahwa sesungguhnya dakwah ini ialah dakwah untuk agama Allah sebagai jalan yang menuju ridho ilahi. Bukanlah dakwah untuk pribadi da'i (yang berdakwah) ataupun untuk golongan dan kaumnya. Rasul saw diperintahkan untuk membawa manusia ke jalan Allah dan untuk agama Allah semata-mata.
Kedua, Allah SWT menjelaskan kepada Rasul saw agar dakwah itu dengan hikmah. Hikmah disini berarti pengetahuan tentang rahasia dari faedah segala sesuatu. Dengan pengetahuan itu sesuatu dapat diyakini keadaannya. Berarti perkataan yang tepat dan benar yang menjadi dalil (argumen) untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang batil atau syubhat (meragukan). Arti yang lain ialah kenabian mengetahui hukum-hukum Al-Qur'an, paham Al-Qur'an, paham agama, takut kepada Allah, benar perkataan dan perbuatan. Artinya yang paling tepat dan dekat kepada kebenaran ialah arti yang pertama yaitu pengetahuan tentang rahasia dan faedah sesuatu, yang mana pengetahuan itu memberi manfaat.
Ketiga, Allah SWT menjelaskan kepada rasul agar da'wah ini dengan pendidikan yang baik, yang diterima dengan lembut oleh hati manusia tapi berkesan didalam hati mereka. Tidaklah patut jika pendidikan dan pengajian itu selalu menimbulkan pada jiwa manusia rasa gelisah, cemas dan ketakutan. Orang yang jatuh karena dosa karena jahilnya atau tanpa kesadaran, tidaklah wajar kesalahan-kesalahannya itu dipaparkan secara terbuka sehingga menyakiti hatinya.
Keempat, Allah menjelaskan bahwa bila terjadi perbantahan atau perdebatan dengan kaum musyrikin ataupun ahli kitab, maka hendaklah rasul membantah mereka dengan bantahan yang baik. Suatu contoh perdebatan yang baik adalah perdebatan Nabi Ibrahim dengan kaumnya (Nabi Ibrohim) yang membawa mereka berfikir untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sehingga mereka menemukan kebenaran. Tidaklah baik memancing lawan dalam berdebat dengan kata yang tajam. Karena hal demikian menimbulkan suasana yang puas. Sebaliknya hendaklah diciptakan suasana nyaman dan santai sehingga tujuan dalam perdebatan untuk mencari kebenaran itu dapat tercapai dengan hati yang puas. Suatu perdebatan yang baik ialah perdebatan yang dapat menghambat timbulnya sifat jiwa manusia yang negatif seperti sombong, tinggi hati, tahan harga diri, sifat-sifat tersebut sangat peka. Lawan berdebat supaya dihadapi demikian rupa sehingga dia merasa bahwa harga dirinya dihormati dan da'i menunjukan bahwa tujuan yang utama ialah menemukan kebenaran kepada agama Allah SWT.
Kelima, Allah SWT menjelaskan kepada rasul saw bahwa ketentuan akhir dari segala usaha dan perjuangan itu pada Allah SWT. Hanya Allah SWT sendiri yang menganugerahkan iman kepada jiwa manusia, bukanlah orang lain ataupun da'i itu sendiri. Dialah Tuhan Yang maha mengetahui siapa diantara hamba-Nya yang tidak dapat mempertahankan fitrah insaniyahnya (iman kepada Allah) dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan, sehingga dia jadi sesat, dan siapa pula diantara hamba yang fitrah insaniyahnya tetap terpelihara sehingga dia terbuka menerima petunjuk (hidayah) Allah SWT.
6. Tafsir Fii Zhilalil Qur'an[24] (t.t.: 291-293)
Berdakwah dengan hikmah, menguasai keadaan dan kondisi (zuruf) mad'unya, serta batasan-batasannya yang disampaikan setiap kali ia jelaskan kepada mereka, sehingga tidak memberatkan dan menyulitkan mereka sebelum mereka siap sepenuhnya. Juga metode yang digunakan dalam menghadapi mereka. Semua keberagaman cara ini harus disesuaikan dengan konsekuensi-konsekuensinya jangan sampai berlebih-lebihan dalam hamasah "semangat ", indifa " motivasi ", dan ghiroh, sehingga ia melupakan sisi hikmah dari dakwahnya itu.
Berdakwah juga harus dengan cara mau'izah hasanah, nasehat yang baik yang bisa menembus hati manusia dengan lembut dan diserap oleh hati nurani dengan halus. Bukan dengan bentakan dan kekerasan dan tanpa ada maksud yang jelas. Begitu pula tidak dengan cara memberikan kesalahan-kesalahan yang kadang terjadi tanpa disadari atau lantaran ingin bermaksud baik. Karena kelembutan dalam memberikan nasehat akan lebih banyak menunjukan hati yang bingung, menjinakan hati yang membenci dan memberikan banyak kebaikan ketimbang bentakan, gertakan dan celaan.
Berdakwah juga harus jadihum billati hiya ahsan, mendebat dengan cara yang lebih baik. Tanpa bertindak dzolim terhadap orang yang menentang ataupun sikap peremehan dan pencelaan terhadapnya. Sehingga seorang dai merasa tenang dan merasakan bahwa tujuannya berdakwah bukanlah untuk mengalahkan orang lain dalam berdebat. Akan tetapi untuk menyadarkan dan menyampaikan kebenaran kepadanya. Jiwa manusia pasti memiliki sifat sombong dan membangkang. Dan itu tidak bisa dihadapi kecuali dengan cara kelembutan, sehingga jiwanya tidak merasa dikalahkan. Yang paling cepat bergolak dengan hati adalah bobot sebuah ide/ pendapat, dan bobot/ nilainya itu ada pada jiwa-jiwa manusia. Maka meremehkan penggunaan pendapat sama saja dengan merendahkan kewibawaan, kehormatan dan eksistensinya.
Berdebat dengan cara yang baik inilah yang akan meredakan keangkuhan yang sensitif itu. Orang yang diajak berdebat itu pun akan merasakan bahwa dirinya dihormati dan dihargai. Seorang dai tidak diperintahkan kecuali mengungkapkan hakikat yang sebenarnya dan memberikan petunjuk kepadanya dijalan Allah, jadi bukan untuk membela dirinya, mempertahankan pendapatnya, atau mengalahkan pendapat orang lain! agar seorang dai bisa mengendalikan semangat dan motivasi dirinya, konteks ayat Al-Qur'an memberikan petunjuk bahwa Allah lah yang lebih mengetahui siapa saja yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Sebenarnya debat tidak terlalu dibutuhkan selain untuk menjelaskan, setelah itu urusannya ada
C. Analisis Metode Pendidikan dalam Al-Qur'an Surat an-Nahl ayat 125
Dalam Al-Qur'an An-Nahl ayat 125 terdapat kata kunci sebagai berikut:
1. Bil Hikmah (بالحكمة)
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/
Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[25]
Ayat di atas mengandung makna perintah, dengan adanya kata ادع Allah memerintahkan untuk menyeru kepada manusia kepada jalan yang benar dengan cara hikmah. Oleh karena mengandung pengertian perintah. Maka lafadz itu memberi pengertian keharusan (wajib). Dengan demikian perintah mi menjadi wajib untuk dilaksanakan yaitu: mengajak manusia dengan jalan hikmah.
Berdasarkan penafsiran para mufasir hikmah mengandung makna sebagai berikut:
- Perkataan yang kuat disertai dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan kesalahpahaman
- Pengetahuan tentang rahasia dan faedah segala sesuatu. Dengan pengetahuan sesuatu itu dapat diyakini keadaannya/pengetahuan itu memberi manfaat.
- Perkataan yang tepat dan benar yang menjadi dalil (argumen) untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang bathil.
- Mengetahui hukum-hukum Al-Qur'an, paham Al-Qur'an, paham agama, takut kepada Allah, benar perkataan dan perbuatan.
- Tutur kata yang mempengaruhi jiwa
- Akal budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih. Menarik perhatian orang kepada agama (kepercayaan terhadap Tuhan)
- Perkataan yang tegas dan benar
Dengan demikian bila diaplikasikan ke dalam pendidikan Islam, maka hikmah dapat digunakan sebagai salah satu metode pendidikan agama Islam Dari penafsiran mufasir di atas, dapat disimpulkan bahwa hikmah mengandung arti pengetahuan yang dalam yang menjelaskan kebenaran serta menghilangkan kesalahpahaman melalui tutur kata yang tegas dan benar serta mempengaruhi jiwa, akal budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih.
Aplikasi metode hikmah dalam pendidikan Islam, mengindikasikan adanya tanggung jawab pendidik. Dengan pengetahuan yang dalam akal budi yang mulia, perkataan yang tepat dan benar serta sikap yang proporsional dari pendidik, maka tujuan pendidikan dapat terwujudkan.
Metode hikmah mewujudkan suasana kondusif yang memungkinkan terjadinya interaksi edukatif yang menyentuh siswa untuk dapat menerima dan memahami serta mendorong semangat belajar, melalui terwujudnya komunikasi baik antara pendidik dan peserta didik. Dimana pembinaan karakter peserta didik dan kewibawaan pendidik tetap terjaga.
2. Al-Mau'izhoh al-ilasanah (والموعضة الحسنة) / pelajaran yang baik
Huruf "wawu" (و) pada kalimat di atas adalah huruf athaf, yang menghubungkan dengan kalimat sesudahnya. Dengan demikian cara kedua dalam menyeru manusia kepada jalan yang benar adalah dengan cara al-mau'izhoh al-hasanah.
Dalam tafsiran para mufasir bahwa الموعظة الحسنة mengandung arti sebagai berikut:
- Pelajaran dan peringatan
- Dalil-dalil yang bersifat dzanni yang dapat memberi kepuasan kepada orang awam.
- Pendidikan dengan bahasa yang lemah lembut sehingga memberikan ketentraman.
- Pendidikan yang baik yang disambut oleh akal yang sejahtera dan diterima oleh tabi'at manusia yang benar
- Nasehat yang baik.
Berdasarkan dari beberapa tafsir, al-mau'izhoh hasanah mengandung arti pendidikan/nasihat (baik pelajaran atau peringatan), dengan cara lemah lembut sehingga dapat diterima dan menimbulkan ketenangan dan ketentraman jiwa bukan kecemasan, gelisah atau ketakutan".
al-mau'izhoh hasanah adalah bentuk pendidikan dengan memberikan nasehat dan peringatan baik dan benar, perkataan yang iemah lembut, penuh dengan keikhlasan, menyentuh hati sanubari, menentramkan dan menggetarkan jiwa peserta didik untuk terdorong melakukan aktivitas dengan baik.
Dalam aplikasinya al-mau'izhoh hasanah berupaya untuk memahami peserta didik dengan menghilangkan sikap egois, sehingga nasihat dapat diterima dengan baik. Peserta didik memiliki kebutuhan baik jasmani dan rohani, kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri dan aktualisasi diri yang berkaitan erat dengan pendidikan mau'izhoh hasanah.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa memberikan nasihat itu tidak mudah. Mau'izhoh hasanah tidak hanya terbatas pada nasihat tetapi perlu dapat dilaksanakan secara terencana, bertahap dan bertanggung jawab, artinya pemberi nasihat (pendidik) memahami etika yang baik dalam memberikan nasihat, dilakukan berulang-ulang dan teraplikasikan dengan baik..
Mauizhoh hasanah merupakan salah satu metode pendidikan Islam, yang memberikan penyucian dan pembersihan rohani/jiwa, yang memungkinkan peserta didik menerima, memahami dan menghayati terhadap materi yang disampaikan. untuk menjadi hamba yang mendapat keridhoan Allah SWT. Dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.
3. Mujadilhum Bi al-lati Hiya Ahsan (جادلهم بالتى هي احسن) bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik
Esensi dari ayat di atas adalah, bahwa Allah SWT memerintahkan bermujadalah hanya dengan cara yang terbaik, sehingga salah satu cara dalam menyeru manusia kepada kebenaran.
Berdasarkan penafsiran para mufassir, dapat diketahui bahwa mujadalah bi al-lati hiya ahsan, mengandung arti sebagai berikut:
- Bantahan yang lebih baik, dengan memberi manfaat, bersikap lemah lembut, perkataan yang baik, bersikap tenang dan hati-hati, menahan amarah serta lapang dada.
- Percakapan dan perdebatan untuk memuaskan penantang.
- Perdebatan yang baik, yaitu membawa mereka berpikir untuk menemukan kebenaran, menciptakan suasana yang nyaman dan santai serta saling menghormati
- Perbantahan atau pertukaran pikiran dengan baik yaitu tidak menyakiti hati dan menggunakan akal yang sehat.
Bila diaplikasikan ke dalam pendidikan Islam maka mujadalah dapat dijadikan suatu metode pendidikan agama Islam sebagai metode mujadalah bi al-lati hiya ahsan.
Berkenaan dengan pengertian jadala, para ulama mengartikan jadala dengan bertukar pikiran (berdialog), termasuk dengan cara saling mengalahkan argumentasi lawan. Dengan demikian asumsi sementara bila di dalam Al-Qur'an terdapat dialog dan ada usaha saling mematahkan lawan dan bersifat keras. maka dialog tersebut sebagai jadal atau mujadalah.
Namun mujadalah yang dimaksud pada ayat ini adalah mujadalah dengan cara terbaik. Hai ini mengindikasikan bahwa adanya bentuk mujadalah yang benar-benar tertata dengan rapi dan terorganisir.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa mujadalah di sini mengandung makna sebagai proses penyampaian materi melalui diskusi atau perdebatan, bertukar pikiran dengan menggunakan cara yang terbaik, sopan santun, saling menghormati dan menghargai serta tidak arogan. Allah SWT telah melarang mujadalah yang memiliki unsur pertengkaran dan permusuhan.
Allah berfirman dalam OS. al-Ankabut ayat 46:
* wur (#þqä9Ï»pgéB @÷dr& É=»tGÅ6ø9$# wÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr&
Artinya: "Janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab melainkan dengan cara yang baik....... "
Selanjutnya dapat di ketahui pula bahwa dalam melakukan mujadalah hendaknya tidak memancing lawan dengan mengeluarkan kata-kata yang kasar karena tidak sesuai dengan nilai-nilai etika Islami. Kata-kata serta sikap yang kasar dapat menimbulkan suasana yang panas, menghindari kesombongan, tinggi hari dan nafsu untuk menjatuhkan lawan.
Proses diskusi bertujuan menemukan kebenaran, memfokuskan diri pada pokok permasalahan. Menggunakan akal sehat dan jernih, menghargai pendapat orang lain, memahami tema pembahasan, antusias, mengungkapkan dengan baik, dengan santun, dapat mewujudkan suasana yang nyaman dan santai untuk mencapai kebenaran serta memuaskan semua pihak. Demikianlah di antaranya mujadalah yang di kehendaki oleh Al-Qur'an (mujadalah bi al-lati hiya ahsan).
Peserta didik adalah individu yang menyukai pergaulan, berkomunikasi, lisan dan tulisan. Dalam memecahkan masalah mencari solusi, perlu menggunakan akal. Ketika terjadi suatu masalah maka tidak hanya asal bicara, melainkan dengan menggunakan pemikiran yang jelas, berdasarkan fakta yang akurat, perkataan yang tepat serta alur pikiran yang sistematis dan logis.
Dalam proses pendidikan, mujadalah bi al-lati hiya ahsan secara esensiai adalah metode diskusi / dialog yang dilaksanakan dengan baik sesuai dengan nilai Islami. Selain itu metode ini berguna untuk melatih keterampilan berargumentasi, berbicara dan mendengar. Diskusi sebagai proses membangun argumentasi, perlu rasional, dengan menggunakan pikiran yang cermat.
Pendapat yang dilontarkan dengan perkataan santun tidak kasar akan lebih dimengerti dan dipahami kebenarannya. Di samping itu sikap memperhatikan pendapat orang lain dengan mencermati masalah yang didiskusikan merupakan manifestasi dari etika yang baik dan semua yang terlibat akan merasa di hargai.
Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan yang memiliki nilai tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu diskusi untuk memecahkan suatu permasalahan dan mencari kebenaran dalam proses pendidikan agama Islam, sangat dianjurkan. Melalui pemecahan masalah untuk mencari suatu kebenaran dapat mendorong siswa untuk memiliki pemahaman yang luas dan memuaskan rasa ingin tahunya. Untuk itu proses diskusi perlu diperhatikan dengan baik.
Di antara materi pendidikan agama Islam akan terasa lebih bermakna, mudah dan memiliki nilai pengetahuan yang luas apabila disajikan dalam bentuk diskusi yang islami. Sehingga memberikan nilai plus bagi murid dengan memperoleh wawasan yang luas, dan keyakinan yang kuat terhadap pemahaman keagamaan, serta melatih peserta didik agar berbicara dan menjadi pendengar yang baik.
III. SIMPULAN
1. Al-Qur'an surat an-Nahl ayat 125 merupakan ayat yang mengandung nilai-nilai edukatif tentang metode pendidikan agama Islam yang meliputi: Bil hikmah, Almau'idzoh hasanah, dan Mujaadalah billatii hiya ahsan.
2. Berdasarkan penafsiran para mufassir terhadap al-Qur'an surat an-Nahl ayat 125 terdapat tiga metode pendidikan:
a. Metode pendidikan dengan melalui bil-hikmah, yakni: pengetahuan yang dalam yang menjelaskan kebenaran serta menghilangkan kesalah-pahaman melalui tutur kata yang tegas dan benar serta mempengaruhi jiwa akal budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih serta mampu bersikap proporsional, mampu membedakan mana yang harus di kerjakan dan mana yang harus ditinggalkan.
b. Metode pendidikan dengan melalui al-mau'idhotil hasanah, menurut tafsiran para mufasir artinya adalah pendidikan yang baik. Yakni bentuk pendidikan dengan memberikan nasehat dan peringatan baik dan benar, perkataan yang lemah lembut, penuh dengan keikhlasan, menyentuh hati sanubari, menentukan dan menggetarkan jiwa peserta didik untuk terdorong melakukan aktivitas dengan baik.
c. Metode pendidikan dengan melalui mujaadalah billatii hiya ahsan artinya adalah bantahan yang lebih baik, yakni bantahan dengan memberi manfaat, bersikap lemah lembut perkataan yang baik bersikap tenang dan hati-hati menahan amarah serta lapang dada.
[1] Depag RI. Al-Qur'an Dan Terjemahnya, (Semarang : C.V. Toha Putra, 1989) hlm. 421
[2] Al-Wahidi, Al Wajid fi Tafsir Kitab Al Ajizi, Mawaqi’ At-Tafasir ,Mesir, tt, hal. 440/ 1.Lihat juga: Al-Wahidi An- Nasyabury, Asbâb an-Nuzul, Mawaqiu’ Sy’ab, t-tp, tt, 191/1
[3] Abu Al-Fida Ibn Umar Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al –Adzim, Tahqiq oleh Samy bin Muhammad Salamah, Dar at-Thoyyibah Linasyri Wa Tawji’, Madinah , 1420 H, Hal.613/IV.
[4] Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki, Zubdah al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, tp, tt, t-tp, hlm. 12
[5]As Sarkhasy, Ushul As Sarkhasy, Mawaqi’u ya’sub, tt, t-tp, Hal.164/I.
[6] As Sarkhasy, Ushul As Sarkhasy, Mawaqi’u ya’sub, tt, t-tp, Hal.164/I.
[7] Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Darul Ummah, Beirut, 1997, hal.241/III.
[8] Muhammad bin Ahmad, Abdurrahman bin Abi Bakr al-Mahalli, As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Dar ul-Hadîts, Kairo, tt, Halaman 363.
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farah al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Dâr Sya’b, Kairo, 1373 H, Hal.200
[12] An- Nawawi Al jawi, Marah Labid Tafsir An Nawawi,tp, t-tp, tt, I/516
[13] Hamka. Tafsir Al-Azhar. (Jakarta : Pustaka Panjimas,1992) hlm. 321
[14] Muhammad bin Ahmad, Abdurrahman bin Abi Bakr al-Mahalli, As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Dar ul-Hadîts, Kairo, tt, Halaman 363.
[15] Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farah al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Dâr Sya’b, Kairo, 1373 H, Hal.200
[16] An- Nawawi Al jawi, Marah Labid Tafsir An Nawawi,tp, t-tp, tt, I/516
[17] Hamka. Tafsir Al-Azhar. (Jakarta : Pustaka Panjimas,1992) hlm. 321
[18] Muhammad bin Ahmad, Abdurrahman bin Abi Bakr al-Mahalli, As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Dar ul-Hadîts, Kairo, tt, Halaman 363.
[19] Al-Maraghy, Tafsir Al-Maraghy. Terj. Hery Noer Ali, dkk. (Semarang : Toha Putra, 1974) hlm. 161-162
[20] Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir. (Beyrut : Daarul Fikri, 1980) hlm.592
[21] Hamka. Tafsir Al-Azhar. (Jakarta : Pustaka Panjimas,1992) hlm. 321-322
[22] Wahbah Al-Zuhaeli, Tafsir Munir. (Damasqus : Darul Fikri, 1991) hlm. 267
[23] Depag RI. Al-Qur'an Dan Tafsirnya.(Semarang : CV. Toha Putra, 1984) hlm. 498-501
[24] Sayid Al-Qutub. Tafsir fii Dzhilal Al-Qur'an. (Beyrut : Darul Asy-Syuruf, t,t) hlm. 291-293
[25] Depag RI. Al-Qur'an Dan Terjemahnya, (Semarang : C.V. Toha Putra, 1989) hlm. 421
thanks for your help sehignga can help me I take dsedikit it ....
BalasHapusthanks kang
BalasHapus